Kabarbetawi.id, Jakarta — Usai ditetapkan pemerintah bahwa pada tanggal 17 Desember sebagai Hari Pantun Nasional melalui Keputusan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 163/M/2025, yang ditandatangani langsung oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, pada Senin (7/7/2025) di Jakarta.
Merespon hal ini Budayawan Betawi, sekaligus ketua Asosiasi Tradisi Lisan Jakarta, Yahya Andi Saputra, menyambut gembira akan kebijakan pemerintah tersebut. Ditemui usai menjadi narasumber dalam sebuah acara pelatihan seni pantun yang diselenggarakan oleh DPP Permata MHT, disebuah hotel dikawasan Mangga Dua, Jakarta Pusat, pada Jumat (11/7/2025)
Yahya Andi Saputra mengatakan, bahwa penetapan Hari Pantun Nasional menjadi tonggak penting dalam upaya pelestarian salah satu kekayaan sastra lisan bangsa. Pantun yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat kini diharapkan semakin kokoh sebagai identitas budaya yang diwariskan lintas generasi.

“Ya, 17 Desember telah ditetapkan sebagai Hari Pantun Nasional. Ini merupakan ketetapan resmi melalui Keputusan Menteri Kebudayaan,” ucap Yahya.
Ia menjelaskan, keputusan ini bukan sekadar formalitas, tetapi wujud penghargaan mendalam terhadap pantun yang telah diakui dunia. Pantun berhasil diinskripsi ke dalam daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Kemanusiaan UNESCO pada 17 Desember 2020 di Paris, Prancis. Pengakuan tersebut diberikan melalui sidang daring yang diselenggarakan dengan tuan rumah negara Jamaika.
Menurut Yahya, pantun memiliki nilai edukasi, sosial, dan budaya yang tinggi. Sebagai media komunikasi, pantun mengajarkan kesantunan, kebijaksanaan, dan kecintaan terhadap bahasa. Pantun juga berpotensi mendukung sektor kesenian hingga ekonomi kreatif.

“Hari Pantun Nasional menjadi momentum penting untuk menjaga identitas budaya di tengah arus globalisasi, memperkuat kearifan lokal, dan menghidupkan pantun di masyarakat. Dengan inovasi yang berkelanjutan, pantun dapat menjadi produk budaya unggulan daerah,” ujarnya.
Ia berharap, penetapan Hari Pantun Nasional dapat memicu lahirnya lebih banyak program pelestarian dan inovasi yang mengangkat pantun di tingkat nasional.
“Kegiatan pada hari ini yang di gagas oleh DPP Permata MHT sangat baik sekali, ini merupakan bagian dari pelestarian budaya, dan pada momen yang sangat tepat, harusnya lebih diperbanyak lagi kegiatan-kegiatan seperti ini,” ucap Yahya.
Dirinya menambahkan, tradisi berpantun bagi masyarakat Betawi sudah berlangsung sejak lama. Bagian dari kesusastraan Melayu ini terus bertahan dan berkembang lantaran dipelihara lewat media lisan alias penuturan maupun dalam bentuk tulisan atau buku-buku serta hikayat.
Namun, menurut Yahya, pelestarian pantun orang-orang Betawi perlu dihidupkan dan ditata kembali. Sehingga, gagasan atau isi yang hendak disampaikan penutur dapat tersampaikan.

“Ada beberapa catatan, bikin pantun itu bukan asal ngejeplak (mengucap). Mungkin pada bagian dari aksi palang pintu itu, akan ada koreksi dan penekanan utama, biasanya palang pintu dilaksanakan pada saat acara pernikahan yang sifatnya sakral, jadi harus tepat menggunakan kalimatnya,” tegas Yahya.
Menurut dia, pantun merupakan bentuk puisi khas Melayu yang terdiri dalam empat baris atau larik. Dua larik pertama dikatakan sampiran dan dua baris selanjutnya merupakan isi.
Beberapa catatan pembuatan pantun di antaranya, menghindari penyebutan nama-nama orang, baris pertama dan kedua harus berkaitan, serta sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. “Kamus-kamus bahasa Indonesia harus sering baca juga, kemudian Poebi (pedoman umum bahasa Indonesia) harus sering dilihat. Misalnya, hukum kata depan di yang dipisah dan di yang di-gancetin (digabung) juga harus tahu,” pungkasnya.
Sehingga ke depan, penulisan pantun Betawi harus lebih teliti dan berhati-hati dalam penyusunannya agar tidak menyalahi kaidah bahasa Indonesia yang baik dan Benar. Yahya juga berharap, para pemerhati pantun budaya di ibu kota sekitarnya bisa bersatu dan berkolaborasi untuk menyusun satu buku sebagai upaya untuk membumikan pantun Betawi.(hel)