Kabarbetawi.id, Jakarta – Pekan Sastra Betawi 2025 kembali menghadirkan kekayaan budaya Betawi melalui sebuah pertunjukan teater penuh warna yang dekat dengan keseharian masyarakat, yaitu Lenong Preman.
Acara ini digelar berkat kolaborasi Dewan Kesenian Jakarta bersama Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dan Forum Jurnalis Betawi (FJB), sebagai upaya memperkenalkan kembali salah satu bentuk kesenian teater tradisional Betawi yang mengangkat kisah kehidupan sehari-hari warga Betawi.

Pertunjukan Lenong Preman kali ini semakin meriah dengan penampilan Hj Tonah, Sabar Bokir, dan Bang Burhan sebagai bintang tamu. Kehadiran Abang None Jakarta Pusat juga turut menambah semarak suasana.
Kegiatan ini berlangsung pada Selasa, (26/8/ 2025) pukul 13.00 WIB di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta Pusat.
Sekretaris Jenderal Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Imron Hasbullah, menilai pertunjukan lenong preman yang dimainkan oleh Hj.Tonah, Sabar Bokir, Bang Burhan, serta Abang None Jakarta Pusat, berhasil menyampaikan pesan sosial dengan cara yang menghibur. Dalam pertunjukan tersebut, salah satu pesan yang diangkat adalah himbauan agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan.
“Kita kepingin nantinya pemerintah daerah DKI melakukan penyuluhan kepada masyarakat melalui seni dan budaya,” ujar Imron.
Menurutnya, seni tradisi seperti lenong memiliki kekuatan tersendiri dalam menyampaikan pesan positif kepada masyarakat, terutama generasi muda. Ia berharap kegiatan seperti ini dapat dijadikan agenda rutin sehingga dapat menjadi sarana penguatan nilai-nilai sosial dan budaya di tengah masyarakat.
Pekan Sastra Betawi 2025 menjadi ajang yang bukan hanya menghibur, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai budaya Betawi agar tetap dikenal dan dicintai generasi muda.

Pada kesempatan ini Yahya Andi Saputra, juga tampil membawakan pertunjukan buleng, salah satu bentuk seni sastra lisan Betawi yang kini hampir punah. Karya tutur ini dikenal sebagai bagian dari khazanah sastra Betawi yang sarat nilai moral sekaligus jejak sejarah.
Buleng sendiri merupakan cerita atau dongeng yang mengisahkan perjalanan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Berbeda dengan hikayat yang banyak bersumber dari kisah-kisah Timur Tengah, buleng tumbuh dari narasi lokal dan diyakini menjadi penanda identitas masyarakat Betawi. Salah satu kisah yang dibawakan Yahya Andi Saputra adalah tentang Pangeran Pancoran, yang dipercaya sebagai asal-usul nama Kampung Pancoran.
“Setiap cerita dalam buleng selalu membawa pesan moral. Tentang kesabaran, kejujuran, ketelatenan, dan kemampuan seorang pemimpin menguasai diri,” jelas Yahya usai acara.
Ia menuturkan, kisah Pangeran Pancoran menggambarkan bagaimana seorang raja yang gelisah menugaskan anak-anaknya untuk mencari makna hidup, kekuasaan, hingga kesabaran sebagai bekal kepemimpinan.
Menurutnya, seni buleng bukan sekadar hiburan, melainkan juga sarana pendidikan karakter. “Pepatahnya, buka mata sebelum lompat. Segala sesuatu harus dipertimbangkan agar tidak merugikan diri sendiri maupun lingkungan,” tambahnya.
Sebagai seni tutur yang semakin jarang ditemui, buleng kini terancam punah. Karena itu, Yahya Andi Saputra berusaha mengenalkan kembali bentuk sastra ini, baik melalui penampilan langsung maupun kajian atas struktur pertunjukan dan ragam cerita yang diwariskan. Ia juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan seni tradisi agar tidak hilang ditelan zaman.
“Buleng harus dijaga. Bukan hanya sebagai warisan, tapi juga sebagai cermin nilai-nilai kehidupan yang relevan hingga hari ini,” pungkas Yahya.
Sementara itu, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta, Fadjriah Nurdiarsih, mengatakan Pekan Sastra Betawi 2025 bertujuan untuk mengenalkan kekayaan seni sastra, mulai dari karya tulis, syair, pantun, maupun sastra yang sudah terancam punah kepada publik Jakarta.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari Festival Komunitas yang digelar oleh Komisi Simpul Seni bekerja sama dengan Unit Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki dan Jakarta Propertindo,” terangnya.

Menurut Fadjriah, yang akrab dipanggil Mpok Iyah, TIM pernah sangat ramai dengan pertunjukan lenong yang pada 1970-an hingga 1980-an dengan salah satu pelopornya S.M Ardan.
“Pertunjukan ini adalah untuk mengenalkan kekayaan budaya Betawi sekaligus sebagai bagian dari menuju 500 Tahun Kota Jakarta,” ungkapnya.
Sebelum pertunjukan lenong dan buleng, pada Senin (25/08), Pekan Sastra Betawi dibuka dengan Lokakarya Penulisan Kreatif bersama Ratih Kumala. Acara akan berlangsung sampai dengan Kamis (29/08) dengan menyisakan diskusi sastra Betawi dan Workshop Admin Media Sosial dan Vlogger. Mpok Iyah berharap kegiatan serupa dapat dilaksanakan setiap tahun.