Pusat Studi Betawi Uhamka Kasih Penghargaan kepada Chairil Gibran Ramadhan

Kabarbetawi.id, Jakarta – Pusat Studi Betawi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka)  mengadakan Seminar Budaya dan Bahasa dengan tema Bahasa Melayu Betawi dalam Tuturan Bahasa Melayu Tinggi di aula FKIP Uhamka, Jakarta Timur, kemarin (12/11).

Menariknya, di kesempatan seminar ini, Pusat Studi Betawi Uhamka juga memberikan penghargaan kepada Sastrawan Chairil Gibran Ramadhan, biasa disapa CGR, anak Betawi asal Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

CGR dikenal melalui tulisannya yang konsisten mengangkat tema Betawi, Batavia, dan Jakarta. Sejak 1997, tulisannya tampil di berbagai media nasional, selain penulis buku Sebelas Colen di Malam Lebaran: Setangkle Cerita Betawi, Kembang Kelapa: Setangkle Catatan Budaya Betawi, Kembang Goyang: Orang Betawi Menulis Kampungnya, dan lain-lain. CGR juga pernah menjadi redaktur Majalah Sastra Horison dan menggagas berbagai inisiatif kebudayaan, seperti Museum Etnografi Orang Betawi, Betawi Institute, Penerbit Padasan, dan jurnal Stamboel: Journal of Betawi Socio-Cultural Studies.

Seminar dihadiri Desvian Bandarsyah selaku Wakil Rektor II Uhamka, Edy Sukardi selaku Ketua Pusat Studi Betawi Uhamka, dan para narasumber: Prof Agus Suradika (Rektor Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta), Erfi Firmansyah (Dosen UNJ), Dr Tadjudin Nur (Ketua Majelis Dikdasmen-PNF PWM DKI Jakarta), Yahya Andi Saputra (Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi), dan CGR sendiri.

Desvian Bandarsyah selaku Wakil Rektor II Uhamka mengatakan, Budaya dan Bahasa Betawi menjadi bagian penting dalam perkembangan sejarah Bahasa Indonesia dan juga sebagai nafas serta jantung bangsa, terutama bagi kebudayaan di Jakarta.

“Budaya dan Bahasa Betawi telah memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu, dari beberapa kosakata dalam Bahasa Betawi, yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, sehingga kebudayaan betawi seperti memberikan nafas dalam kebudayaan bangsa, terutama bagi kebudayaan yang ada di Jakarta,” ucap Desvian.

Seminar Budaya dan Bahasa Betawi di FKIP Uhamka, Jaktim.
Kontribusi Bahasa Betawi

Edy Sukardi selaku Ketua Pusat Studi Betawi Uhamka menyampaikan perihal kegiatan Seminar Budaya dan Bahasa Betawi sebagai salah satu bentuk kontribusi Uhamka dalam melestarikan kebudayaan bangsa Indonesia, salah satunya Budaya dan Bahasa Betawi.

“Pusat Studi Betawi Uhamka menyelenggarakan kegiatan seminar sebagai wujud kontribusi Uhamka dalam melestarikan budaya dan bahasa Betawi sebagai salah satu bahasa melayu yang berkontribusi membangun bahasa persatuan, bahasa Indonesia dengan pemberian apresiasi lewat penghargaan kepada para seniman Betawi, serta berjalan dengan baik dan lancar,” ujar Edy.

Sastrawan Betawi Chairil Gibran Ramadhan menyampaikan apresiasi atas penghargaan yang diberikan Uhamka sebagai bentuk kepedulian terhadap kelestarian budaya Betawi.

“Terima kasih kepada Uhamka dan Pusat Studi Betawi Uhamka yang memberikan apresiasi melalui penghargaan untuk saya dan para sastrawan Betawi lainnya, yang merupakan penghargaan pertama bagi saya dan wujud kepedulian Uhamka terhadap kelestarian budaya Betawi,” ucap CGR.

Terkait acara seminarnya, lanjut CGR, jika dilihat dari sisi ragam bahasa pada masa Kolonial, ragam bahasa “Melayu Betawi”dan “Melayu Tinggi” adalah “kembar tidak identik yang lahir dari rahim Nusantara”.

Ragam bahasa Melayu Betawi disebut juga Melayu Tionghoa, Melayu Pasar, dan Melayu Rendah yang populer digunakan periode 1870 – 1940 sebagai bahasa lisan dalam pergaulan keseharian. Sedangkan Melayu Tinggi yang disebut juga Melayu Balai Pustaka, Melayu Gupernemen, Melayu Diplomasi, atau Melayu Kitab. Ini bahasa formal pada dunia pemerintahan, pendidikan, dan sastra. Ragam bahasa ini berasal dari dialek Melayu Riau dan menjadi dasar Bahasa Indonesia.

CGR mengaku banyak belajar dunia ragam bahasa Melayu Rendah dari David Kwa (1956-2020), guru dan sahabatnya, seorang pemerhati budaya Tionghoa-Peranakan dan pakar bahasa Melayu Rendah.

Sastrawan Betawi Bang CGR di FKIP Uhamka.