Kabarbetawi.id, Jakarta – “Jangan pernah malu bilang kalau, hey, gue anak Betawi lho. Karena, ya, kita itu sekeren itu.”
Kalimat penuh semangat itu diucapkan oleh Sandi F. Aditya, BIB., MPBS, putra dari Prof. Sylviana Murni, saat membagikan pengalamannya sebagai diaspora Betawi yang kini sedang menempuh pendidikan S3 di University of Turku, Finlandia.
Pesan inspiratif tersebut disampaikan Sandi melalui tayangan video dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) “Diaspora Anak Betawi” yang digelar oleh Permata MHT di Hotel Mega Anggrek, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, pada Jumat (24/10/2025).
Dalam paparannya, Sandi menceritakan perjalanan pendidikannya yang membawanya hingga ke luar negeri. Sebelumnya, ia menempuh pendidikan S1 dan S2 di Selandia Baru, lalu melanjutkan S3 di Australia, dan kini berada di Finlandia untuk riset doktoralnya.
“Saya lahir dan besar di Jakarta dari keluarga Betawi tulen. Alhamdulillah, saya dapat kesempatan untuk belajar melanglang buana. Tapi di mana pun saya berada, rasa bangga sebagai orang Betawi tidak pernah luntur,” ujar Sandi dalam rekaman tersebut.
Sandi menyoroti pentingnya pendidikan dan keterlibatan global anak-anak Betawi di era menuju Indonesia Emas 2045. Ia menyebut, berdasarkan data, etnis Betawi masuk dalam 10 besar suku di Indonesia dengan persentase sarjana terbanyak.
“Artinya, fondasi kita sudah kuat. Tinggal bagaimana kita manfaatkan peluang, baik beasiswa dalam maupun luar negeri, untuk terus menuntut ilmu,” katanya.
Menurutnya, posisi masyarakat Betawi yang tumbuh di Jakarta, sebagai kota besar dan melting pot berbagai budaya memberikan modal besar untuk bersaing secara global.
“Kalau kita bisa survive di Jakarta, kayaknya kita bisa hidup di mana aja,” tutur Sandi sambil tersenyum.
Selain soal peluang, Sandi juga menyinggung tanggung jawab diaspora Betawi dalam menjaga identitas budaya dan berperan sebagai duta budaya Indonesia di luar negeri. Ia menyebut banyak contoh keberhasilan anak-anak Betawi di dunia internasional, mulai dari inspektur keamanan nuklir di Jepang hingga komunitas Betawi di Qatar dan New York.
Menariknya, Sandi juga bercerita soal inovasi pantun Betawi berbasis teknologi yang dikembangkannya bersama mahasiswa.
“Saya dan mahasiswa sempat bikin prototipe pantun yang bisa diakses lewat WhatsApp. Jadi tinggal ketik tema dan konteksnya, nanti keluar pantun otomatis,” ungkapnya bangga.
Di akhir pesannya, Sandi mengingatkan para generasi muda Betawi untuk tetap rendah hati, berprestasi, dan tidak melupakan asal-usulnya.
“Kita harus bisa bawa pulang hal-hal baik untuk bikin Betawi makin canggih. Jangan pernah malu bilang, gue anak Betawi, karena kita sekeren itu,” tutupnya.












