Ketua Dewan Pakar Gerbang Betawi Prof Zulkifli Djunaidi Jadi Guru Besar Tetap UI

KabarBetawi, Jakarta – Ketua Dewan Pakar Gerakan Kebangkitan Betawi (Gerbang Betawi) Zulkifli Djunaidi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap bidang Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) di Depok, Jawa Barat, Rabu (20/11).

Profesor Zulkifli Djunaidi lahir di Jakarta pada 27 November 1959. Merupakan Guru Besar Tetap ke-36 yang dikukuhkan UI sepanjang tahun ini. Saat ini UI memiliki 337 Guru Besar Tetap dan 126 Guru Besar Tidak Tetap, sehingga total ada 463 Guru Besar di UI.

Di ormas Gerbang Betawi, Prof Zulkifli Djunaidi merupakan Guru Besar kesepuluh.

Dalam pidato pengukuhan yang berjudul Manajemen Risiko K3 untuk Mengantisipasi Future Risk karena Perkembangan Teknologi dan Gap Generation,  pakar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini menyarankan, motivasi utama  melaksanakan K3 adalah mencegah kecelakaan kerja dan penyakit yang ditimbulkan pekerjaan.

K3 erat kaitannya dengan bahaya dan risiko. Bahaya, lanjutnya, merupakan sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian. Sedangkan risiko merupakan kombinasi dari peluang dan konsekuensi suatu kejadian berbahaya dan dapat menimbulkan dampak  merugikan.

“Tempat kerja yang aman dan sehat menjadi penting karena mendukung setiap pekerja melaksanakan pekerjaannya secara efektif dan efisien,”  papar Ketua Dewan Pakar Gerbang Betawi ini.

Sebaliknya, lanjut dia, jika tempat kerja tidak terlindungi dan banyak bahaya dan risiko K3, kerusakan dan absen karena sakit tak terhindari, yang pada gilirannya mengakibatkan hilangnya pendapatan bagi pekerja dan produktivitasnya menjadi berkurang bagi perusahaan.

“Manajemen risiko K3 menjadi salah satu pengawal proses operasi dalam mewujudkan tempat kerja yang aman dan sehat,” tegas Prof Zulkifli yang juga aktif sebagai Konsultan Senior Lembaga Pendidikan dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat UI ini.

Perubahan Manajemen K3

Mengutip laporan ILO berjudul Safety and Health at the Heart of the Future of Work, Prof Zulkifli menyoroti risiko keselamatan dan kesehatan yang dapat muncul akibat perubahan pada beberapa aspek seperti teknologi, demografi, perubahan iklim, dan perubahan dalam organisasi kerja.

Menurut mantan aktivis Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) ini, keilmuan K3 merupakan ilmu terapan, sebab bertujuan menciptakan sistem kerja yang aman atau safe work system.

Karena itu, menurut anak keempat pasangan H Djunaidi Amin (alm) dan Hj Nani Djunaidi, metode yang dikembangkan adalah manajemen risiko berbasis pada problem solving method dengan tahapan-tahapan mulai dari identifikasi, analisis dan pengendalian.

Sebagai sebuah ilmu, manajamen risiko K3 juga terus mengalami perkembangan. Inilah yang terkait dengan furture risk sebagai akibat dari perkembangan teknologi dan ada gap generation, serta perubahan-perubahan dari segi sosial dan ekonomi saat ini, ujar suami dra Hj Siti Zulaiha ini.

Menurutnya, yang dipelajari dalam manajemen risiko K3 juga mengalami perkembangan metode dan pendekatan. “Pendekatan dalam identifikasi proses-proses pekerjaan tidak lagi secara konvensional, tapi dilakukan secara futuris dengan penggunaan Artifical Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, yang makin marak dan penggunaan teknologi yang semakin canggih yang mempengaruhi pola kerja.”

Pola kerja sekarang tidak hanya terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Strata manajemen di tempat kerja, katanya lagi, kini bukan lagi berupa struktur organisasi bersifat konvensional dengan pembagian tugas sebagai direktur, manajer, supervisor atau operator. Namun, saat ini semua pekerjaan tersebut melebur yang dilakukan satu orang.

“Seseorang yang menggunakan teknologi kini mampu menjadi direktur, manajer, supervisor bahkan sebagai operator sekaligus,” tegas ayah dua anak ini.

Selain itu, urai Prof Zulkifli, perkembangan teknologi juga menyebabkan terjadi gap generation. Antara generasi yang disebut generasi kolonial dengan generasi milenial. Gap generation ini akan menghasilkan risiko sosial, yang juga harus diantisipasi dalam manajemen risiko K3. Karena itu, untuk mengantisipasi perkembangan tersebut, setiap identifikasi terhadap future risk harus dilakukan secara bijak, bukan hanya terkait  pekerjaan, tapi juga berkait dengan fitrah kemanusiaan.

“Manusia harus dijadikan sentral, karena sekarang ada kecenderungan manusia sering disamakan dengan teknologi itu sendiri alias sebagai robot,” pungkas Prof Zulkifli.